Pada tanggal 15 September salah satu
anggota dari KPB. Spilornis mengambil burung Serak sulawesi (Tyto rosenbergii)
atau biasa dikenal burung hantu dari salah satu mahasiswa yang menemukan burung
tersebut. Burung tersebut ditemukan
terjatuh di salah satu bangunan gedung yang ada di wilayah Kampus Untad
tepatnya di gedung Pascasarjana Untad. Beberapa waktu sebelumnya indukan burung
tersebut pernah teramati oleh anggota KPB. Spilornis bersarang disalah satu
bangunan gedung di pascasarjana tepat disekitar tempat jatuhnya anakan burung
serak yang ditemukan, diduga tempat tersebut menjadi salah satu tempat
bersarang burung serak sulawesi yang ada di Untad. Kondisi tripleks penutup plafon yang bocor di
gedung pascarsarjana mengindikasikan merupakan pintu masuk induk dari burung
yang kami temukan untuk bersarang di tempat tersebut. Hal tersebut dikuatkan dari beberapa
literatur yang menyebutkan burung hantu juga sering teramati bersarang pada
atap rumah yang terdapat celah masuk.
Setelah diambil ternyata burung itu
merupakan individu anakan (juvenile)
dari burung Serak Sulawesi yang ditandai dengan bulu di atas kepala burung
tersebut masih sangat halus dan juga belum mempunyai kemampuan untuk terbang
dengan sempurna diduga masih dalam fase belajar terbang, karena hasil
pemeriksaan secara fisik tidak terdapat luka atau cacat pada tubuh serak itu
yang bisa membuat burung tidak bisa terbang, maka dari itu anggota spilornis
berinisiatif untuk merawat burung tersebut untuk sementara sampai waktunya
burung itu dapat terbang, hal ini juga menjadi salah satu kewajiban kami
yang bergerak di bidang konservasi
khususnya burung.
![]() |
Penyerahan "Boy" kepada anggota Spilornis |
Burung ini memiliki ukuran tubuh sekitar
43-46 cm dengan ditandai dengan wajah lempeng yang berwarna gelap selain itu
burung tersebut menjadi salah satu burung endemic Sulawesi yang berada di
Kampus Untad. Maka dari itu tanpa membuang waktu burung tersebut dievakuasi ke
sarang (sekretariat) KPB. Spilornis, karena burung tersebut belum mempunyai
nama akhirnya diberi nama burung serak itu menjadi “Boy” (pemberian nama tidak
pake acara aqiqah le,..) dari situlah nama tersebut lekat dengan burung serak
itu.
![]() |
Plafon bocor, diduga jalur masuk bersarang induk Boy |
![]() |
Boy dan kandang latih terbang |
Seiring berjalannya waktu sekitar 2 bulan
boy dilatih untuk terbang dengan cara membuka pintu kandang untuk memberikan
keleluasaan boy berlatih terbang, awalnya memang agak sulit bagi boy (namanya
juga masih anak-anak) tapi setelah beberapa kali mencoba boy mulai terbiasa
terbang walaupun jaraknya masih dekat, setelah mahir terbang boy yang biasanya
di sarangnya kini kadang-kadang tidak dijumpai di kandangnya pada pagi hari. Sepertinya dia sudah mulai dapat terbang
sempurna karena sering kali di malam hari suara boy terdengar di areal gedung
Fakultas Kehutanan. Sejak itu boy sudah jarang kembali ke sarangnya. Setelah diasuh sekitar 2 bulan lebih oleh
anggota Spilornis yang setia merawat boy di sarang mulai dari perawatan, pakan
dan fasilitas kandang dengan harapan agar boy bisa dapat kembali ke habitat
alaminya dan bisa mendapatkan pasangan dan kawin secepatnya. Jadi sudah seharusnya boy terbang bebas di
alamnya. Kami juga bersyukur atas kehadiran boy setidaknya kami bisa melakukan
hal sederhana untuk membantu melakukan upaya konservasi terhadap burung
khususnya di wilayah kampus apalagi burung tersebut berstatus jomblo
eh..salah..status burung endemic sulawesi.
Selamat mengudara boy semoga tetap lestari di habitat alaminya. (Moh.
“Ictinaetus malayensis” Ikbal).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar