Sedikit melangkah
keluar dari hiruk-pikuk perkotaan, kami menuju kawasan kepulauan yang dikenal
dengan nama Pulau Peling atau lebih akrab disebut Banggai Kepulauan. Bersama
Anggota Burung Indonesia, Mas Jihad,
perjalanan kami dimulai dari Kota Palu menuju Kota Luwuk, Kabupaten Banggai.
Perjalanan darat ini memakan waktu sekitar 13 jam.
Dalam perjalanan,
kami menyempatkan diri untuk beristirahat sejenak di Cagar Alam Pangi-Binangga,
yang oleh masyarakat setempat sering disebut "Kebun Kopi." Saat
istirahat, salah satu anggota kami melihat burung endemik Sulawesi, Julang
Sulawesi (Rhyticeros cassidix), melintas di atas kepala kami sekitar
pukul 16.00 WITA. Menurut International Union for Conservation of Nature
(IUCN), status konservasi burung ini adalah rentan (vulnerable).
Julang Sulawesi juga dikenal sebagai "Petani Hutan" karena kebiasaan
makan biji-bijian yang kemudian tersebar melalui fesesnya, membantu regenerasi
hutan secara alami. Unik, bukan? Ribuan hektare hutan yang tumbuh bisa jadi
merupakan hasil kerja keras burung ini.
Setelah beberapa menit istirahat, kami melanjutkan perjalanan melewati pegunungan di kawasan Cagar Alam Pangi-Binangga. Kami melihat sekelompok Monyet Hitam Tonkean (Macaca tonkeana) berkumpul di pinggir jalan. Spesies ini juga endemik Sulawesi. Sayangnya, terganggunya habitat telah memaksa mereka mendekati jalan raya, di mana masyarakat sering memberi makan berupa roti, pisang, biskuit, kacang, dan makanan khas seperti lalampa. Kebiasaan ini membuat monyet kehilangan insting alaminya untuk mencari makanan sendiri dan semakin bergantung pada manusia. Meskipun terdapat papan peringatan untuk tidak memberi makan, aturan ini sering diabaikan oleh para pengguna jalan. Kondisi ini menjadi tantangan besar bagi pihak terkait untuk lebih proaktif menjaga keberlangsungan hidup satwa liar di Cagar Alam Pangi-Binangga.