Burung air merupakan jenis burung yang
secara ekologis hidupannya bergantung pada lahan basah. Bagaimana kondisinya
saat ini?
Ada 197 jenis burung air di Indonesia. Saat
Peraturan Pemerintah No 7 Tahun 1999 dikeluarkan, hanya 47 jenis yang
dilindungi. Kini, bila kita merunut aturan baru Peraturan Menteri Lingkungan
Hidup dan Kehutanan Nomor P.92/MENLHK/SEKJEN/KUM.1/8/2018, jumlah yang
dilindungi menjadi 108 jenis.
Namun sebaliknya, ada 4 jenis menjadi tidak
dilindungi lagi, yaitu kuntul kecil (Egretta
garzetta), kuntul sedang (Egretta
intermedia), kuntul karang (Egretta
sacra), dan kuntul kerbau (Bubulcus
ibis).
Ragil Satriyo Gumilang, Koordinator Asian
Waterbird Census Indonesia menjelaskan, kehidupan burung air tidak lepas dari
ancaman. Tercatat, 20 indikasi negatif yang mempengaruhi populasi hidupan liar
ini.
“Kami mencatat berdasarkan hasil Sensus
Burung Air Asia tahun 2017 di Indonesia. Indikasi ancaman paling besar ada di
146 lokasi di 22 provinsi. Perburuan, pestisida, serta limbah domestik masih menjadi
penyumbang ancaman utama. Kondisi ini diperparah dengan kerusakan ekosistem
lahan basah yang meningkat,” jelasnya.
Ragil menuturkan, momentum Asian Waterbird
Census yang dilaksanakan setiap Januari atau membuat aturan lokal perlindungan
lokasi seperti peraturan desa (perdes) sangatlah penting. Adanya perdes
merupakan langkah nyata menjaga habitat burung air sekaligus mengumpulkan data
terkini keberadaan burung air di lahan basah. Informasi yang terkumpul
digunakan untuk menentukan status populasi global dan serta acuan pengelolaan
lahan basah.
“Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
tengah menyusun Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Perlindungan
Sistem Penyangga Kehidupan. Besar harapan kami, RPP mendukung perlindungan
spesies penting yang belum dilindungi dengan menetapkannya di wilayah
tertentu,” terangnya.
Yus Rusilla Noor, Program Manager Wetlands
International Indonesia mengatakan, bila burung air hilang keseimbangan alam
terganggu. “Misal, tanpa adanya burung air pemakan hama padi maka ledakan
populasi hama pertanian terjadi. Panen gagal dan ketahanan pangan kita
terganggu,” terangnya.
Terkait empat jenis burung air yang
statusnya tidak dilindungi lagi, Yus mengatakan, memang keberadaannya cukup
umum di alam. Bahkan, melimpah di lokasi-lokasi tertentu. Namun, jika pada
akhirnya habis di alam, pastinya yang rugi kita juga. “Perubahan status ini
agar menjadi perhatian KLHK maupun LIPI. Selain perlindungan melalui pendekatan
spesies, upaya ini harus dibarengi dengan pendekatan kawasan,” jelas Yus.
Ancaman-ancaman pada burung air penetap ini
terjadi juga pada jenis migran. Delapan jenis burung air migran yang belum
dilindungi Permen 92/2018 adalah kedidi besar (Calidris tenuirostris), gajahan tahiti (Numenius tahitensis), cerek melayu (Charadrius peronii), biru-laut ekor-hitam (Limosa limosa), biru-laut ekor-blorok (Limosa lapponica), kedidi merah (Calidris ruficollis), dan kedidi golgol (Calidris ferruginea).
Jenis-jenis tersebut memiliki perilaku dan
sifat biologis unik yang rentan terhadap kepunahan dan memiliki tingkat
keterancaman berdasarkan kriteria IUCN Redlist. “Bahkan, dari lima jenis
tersebut, belum lama ini diperbarui/ditingkatkan status keterancamannya,” ujar
Yus.
Burung air
Burung air ada yang penetap dan ada yang
migran. Disebut migran bila sebagian besar proporsi populasi global atau
regionalnya melakukan pergerakan teratur, keluar dari lokasi berbiaknya. Waktu
dan tujuan pergerakannya bisa diduga.
Indonesia merupakan bagian wilayah Asia dan
Pasifik barat yang juga menjadi rute migrasi burung air. Lokasi berbiak burung
pengembara di Siberia, China dan Alaska ini ditinggalkan kurang lebih delapan
bulan untuk menuju belahan Bumi selatan yang beriklim tropis dan hangat.
Habitat di belahan Bumi selatan sangat
cocok menyediakan makanan berupa moluska, arthropoda, dan cacing. Habitat
tersebut berada di mangrove dan hamparan lumpur (mudflat), rawa rumput (grass
swamp), savana dan rawa herba (herbaceous
swamp). Danau alam dan buatan yang memiliki luas 0.25% dari luas wilayah
Indonesia dan lahan basah buatan, seperti tambak, juga menjadi penyedia pakan
dan sarang burung air.
Kelompok burung air ini merupakan kumpulan
dari keluarga Podicipedidae (titihan), Phalacrocoracidae (pecuk), Pelecanidae
(pelikan), Ardeidae (kuntul, cangak, kowak), Ciconiidae (bangau),
Threskiornithidae (pelatuk besi), Anatidae (bebek, mentok, angsa), dan Gruidae
(burung jenjang). Juga, Rallidae (ayam-ayaman, mandar, kareo, terbombok),
Heliornithidae (Finfoot), Jacanidae (ucing-ucingan), Rostratulidae,
Haematopodidae, Charadriidae (trinil), Scolopacidae (gajahan, berkek),
Recurvirostridae, Phalaropodidae, Burhinidae, Glareolidae (terik) dan Laridae
(camar).
(Fransisca
N Tirtaningtyas)
Referensi:
Howes,
J., Bakewell, D., Noor, Y.R. 2003. Panduan Studi Burung Pantai. Wetlands
Inernational-Indonesia Programme, Bogor.
Sumber: https://www.mongabay.co.id/2018/11/05/andai-burung-air-hilang-apa-yang-terjadi-pada-lingkungan/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar