Perubahan iklim diperkirakan akan membuat
perangkap bagi penguin Afrika yang membuat satwa ini mencari makanan di tempat
minim ikan, demikian diungkapkan melalui pemindaian satelit.
Lebih lanjut, dampak tersebut bisa
meningkatkan risiko kematian akibat kehausan yang dialami oleh burung penyanyi
gurun di AS hingga empat kali lipat, ungkap para peneliti. Namun, menurut studi
lanjutan, elang yang bermigrasi, pemburu alami di dunia burung, masih dapat
beradaptasi dengan ketidakpastian jangkauan dan potensi mangsa.
Perubahan iklim, didorong oleh pemanasan
global yang terjadi akibat pembakaran bahan bakar fosil yang menghasilkan gas
rumah kaca ke atmosfer, telah menciptakan masalah bagi banyak spesies.
Tekanan
Penghancuran Habitat
Para peneliti telah berulang kali
mengingatkan bahwa beberapa burung dan reptil yang sudah berada di bawah
tekanan penghancuran habitat dan polusi dapat menghadapi kepunahan.
Hal ini juga bisa dialami oleh AS dan
Inggris yang sudah lebih dahulu melakukan langkah konservasi. Lebih lanjut,
burung-burung tersebut, yang bertelur pada satu zona iklim dan lainnya di musim
dingin, akan menghadapi masalah pada kedua region tersebut.
Akibat perubahan ini, penguin Afrika yang
masih muda kini berburu ikan di tempat yang salah, jelas studi terbaru dari
jurnal Current Biology.
Para ilmuwan menggunakan satelit untuk
melacak 54 penguin jackass (Spheniscus demersus) dari delapan koloni di Afrika
selatan. Burung-burung muda tersebut telah mencari air dingin dengan level
klorofil yang cukup tinggi yang menjadi penanda normal adanya plankton dan ikan
pemakan plankton.
Namun, dengan perubahan iklim dan perikanan
skala industri terjadi penurunan stok ikan, sementara burung-burung muda
tersebut berenang ribuan kilometer menuju, yang diistilahkan oleh ahli biologi
sebagai, perangkap ekologi.
Penguin Afrika terdaftar sebagai satwa
‘terancam’ di International Union for the Conservation of Nature. Bahkan, hanya
beberapa penguin muda yang mampu bertahan.
“Penguin berpindah mencari tempat yang
banyak plankton namun ikannya sudah tidak ada lagi di sana,” jawab Richard
Sherley, peneliti dari Leiden Conservation Foundation, Universitas Exeter, UK,
yang memimpin studi tersebut. “Secara khusus, sardin di Namibia sudah
digantikan oleh ikan dengan energi lebih rendah dan ubur-ubur.”
Perubahan iklim, yang diprediksikan akan
meningkat dari segi jumlah, rentang waktu dan intensitas untuk gelombang panas,
akan menghadirkan tantangan yang berbeda bagi burung penyanyi di gurun.
Burung-burung kecil ini telah mampu bertahan hidup di region yang terpanas dan
terkering di region AS bagian barat daya.
Para peneliti melihat hubungan antara
ekstrim panas per jam, laju penguapan air, dan fisiologi burung tersebut yang
kehilangan air lebih cepat daripada burung-burung yang lebih besar.
Mereka melaporkan dalam situs Proceeding of
the National Academy of Sciences bahwa jika dunia menghangat 4°C maka akan
mampu menciptakan kondisi mematikan empat kali lebih sering ketimbang saat ini.
Hal tersebut tidak begitu menjanjikan bagi
burung kecil seperti goldfinch yang kini menghadapi dehidrasi selama tujuh hari
dalam setahun dan bisa menghadapi risiko kematian akibat kehausan selama 25
hari dalam setahun saat abad ini berakhir. Dalam kondisi ekstrim, burung
seperti itu hanya bisa bertahan dua jam tanpa air.
Para peneliti menyatakan bahwa kaktus,
burung goldfinch, burung Abert’s towhee, burung thrasher dan burung house finch
dapat bertahan di gurun Mojave, Sonora, dan Chihuahua, maka harus segera
dipikirkan untuk mengkonservasi vegetasi dan sumber air terbuka.“
Perkiraan ini memperlihatkan bahwa di
beberapa bagian gurun tidak akan bisa ditinggali oleh banyak spesies di masa
depan. Ditambah lagi, kondisi meningkatnya suhu justru mengurangi populasi di
seluruh region,” ungkap salah satu penulis, Blair Wolf, profesor biologi di
Universitas New Mexico, di Albuquerque.
Peneliti utama, Thomas Albright, yang juga
asistan profesor di Laboratory for Conservation Biogeography, Universitas
Nevada, dan peneliti lainnya memiliki pesan bagi orang-orang yang membakar
batubara atau menggunakan bensin.
Menghadapi Perubahan Iklim
Mereka menulis : “Studi ini menghadirkan
motivasi untuk membatasi dampak dari pemanasan iklim karena sudah ada bukti
bahwa mayoritas peningkatan suhu udara ekstrim berasal dari pemanasan yang
dilakukan oleh manusia.”
Namun, penelitian ketiga merupakan
pengingat bahwa terkadang sulit untuk menghadirkan data yang lebih masuk akal,
terutama bagi burung-burung yang bermigrasi.
Populasi burung elang berekor merah telah
menurun 43 persen dari lokasi migrasi yang biasa. Namun, pada kesempatan
lainnya, jumlah burung justru meningkat hingga 67 persen pada musim dingin,
jelas para peneliti pada jurnal American Ornithological Society, The Condor.
Kesimpulan yang bisa diambil adalah
burung-burung tersebut menghadapi perubahan iklim dengan mengubah perilaku
mereka.
“Hasil menunjukkan bahwa elang berekor
merah akan merespon perubahan iklim, perubahan tata guna lahan dan perubahan
lingkungan lainnya dengan bermigrasi pada jarak yang lebih pendek atau menjadi
penghuni tetap selama setahun,” ungkap ketua peneliti, Neil Paprocki, ahli
konservasi biologi di Hawkwatch International. – Climate News Network
Sumber:
https://www.greeners.co/berita/burung-burung-terjebak-perangkap-perubahan-iklim/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar