Sabtu, 30 Mei 2020

BOY SI SERAK SULAWESI YANG TERSELAMATKAN


Pada tanggal 15 September salah satu anggota dari KPB. Spilornis mengambil burung Serak sulawesi (Tyto rosenbergii) atau biasa dikenal burung hantu dari salah satu mahasiswa yang menemukan burung tersebut.  Burung tersebut ditemukan terjatuh di salah satu bangunan gedung yang ada di wilayah Kampus Untad tepatnya di gedung Pascasarjana Untad. Beberapa waktu sebelumnya indukan burung tersebut pernah teramati oleh anggota KPB. Spilornis bersarang disalah satu bangunan gedung di pascasarjana tepat disekitar tempat jatuhnya anakan burung serak yang ditemukan, diduga tempat tersebut menjadi salah satu tempat bersarang burung serak sulawesi yang ada di Untad.  Kondisi tripleks penutup plafon yang bocor di gedung pascarsarjana mengindikasikan merupakan pintu masuk induk dari burung yang kami temukan untuk bersarang di tempat tersebut.  Hal tersebut dikuatkan dari beberapa literatur yang menyebutkan burung hantu juga sering teramati bersarang pada atap rumah yang terdapat celah masuk.
Setelah diambil ternyata burung itu merupakan individu anakan (juvenile) dari burung Serak Sulawesi yang ditandai dengan bulu di atas kepala burung tersebut masih sangat halus dan juga belum mempunyai kemampuan untuk terbang dengan sempurna diduga masih dalam fase belajar terbang, karena hasil pemeriksaan secara fisik tidak terdapat luka atau cacat pada tubuh serak itu yang bisa membuat burung tidak bisa terbang, maka dari itu anggota spilornis berinisiatif untuk merawat burung tersebut untuk sementara sampai waktunya burung itu dapat terbang, hal ini juga menjadi salah satu kewajiban kami yang  bergerak di bidang konservasi khususnya burung.
Penyerahan "Boy" kepada anggota Spilornis
Burung ini memiliki ukuran tubuh sekitar 43-46 cm dengan ditandai dengan wajah lempeng yang berwarna gelap selain itu burung tersebut menjadi salah satu burung endemic Sulawesi yang berada di Kampus Untad. Maka dari itu tanpa membuang waktu burung tersebut dievakuasi ke sarang (sekretariat) KPB. Spilornis, karena burung tersebut belum mempunyai nama akhirnya diberi nama burung serak itu menjadi “Boy” (pemberian nama tidak pake acara aqiqah le,..) dari situlah nama tersebut lekat dengan burung serak itu.
 
Plafon bocor, diduga jalur masuk bersarang  induk Boy
Awalnya boy disimpan di dapur lembaga karena belum dibuatkan tempat yang layak tetapi soal pakan untuk kelangsungan hidup boy, karena boy suka daging maka untuk urusan perut boy dilakukan dengan cara gotong royong oleh anggota dengan saling membantu mengupayakan pakannya seperti daging ayam, ikan (Narasa Boy, yang ba bawa makanan biasa cuma makan mie instant), kadang-kadang juga cecak menjadi salah satu makanan dari burung tersebut.  Selain memberi makan sesekali anggota juga membersihkan kotorannya yang berada di dapur.  Karena bau feses boy kurang sedap maka dibuatlah sarang buatan untuk sementara waktu.
Boy dan kandang latih terbang
Seiring berjalannya waktu sekitar 2 bulan boy dilatih untuk terbang dengan cara membuka pintu kandang untuk memberikan keleluasaan boy berlatih terbang, awalnya memang agak sulit bagi boy (namanya juga masih anak-anak) tapi setelah beberapa kali mencoba boy mulai terbiasa terbang walaupun jaraknya masih dekat, setelah mahir terbang boy yang biasanya di sarangnya kini kadang-kadang tidak dijumpai di kandangnya pada pagi hari.  Sepertinya dia sudah mulai dapat terbang sempurna karena sering kali di malam hari suara boy terdengar di areal gedung Fakultas Kehutanan. Sejak itu boy sudah jarang kembali ke sarangnya.  Setelah diasuh sekitar 2 bulan lebih oleh anggota Spilornis yang setia merawat boy di sarang mulai dari perawatan, pakan dan fasilitas kandang dengan harapan agar boy bisa dapat kembali ke habitat alaminya dan bisa mendapatkan pasangan dan kawin secepatnya.  Jadi sudah seharusnya boy terbang bebas di alamnya. Kami juga bersyukur atas kehadiran boy setidaknya kami bisa melakukan hal sederhana untuk membantu melakukan upaya konservasi terhadap burung khususnya di wilayah kampus apalagi burung tersebut berstatus jomblo eh..salah..status burung endemic sulawesi.  Selamat mengudara boy semoga tetap lestari di habitat alaminya. (Moh. “Ictinaetus malayensis” Ikbal).




Tidak ada komentar:

Posting Komentar